Jumat, 16 September 2011

POTENSI Trichoderma spp. SEBAGAI AGENS HAYATI

Penggunaan agens hayati kini mulai dikembangkan guna mengurangi penggunaan fungisida sintetik dalam mengendalikan patogen yang memiliki banyak kelemahan. Pengertian agens hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang kemudian dilengkapi lagi dengan kriteria yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan dan patogen (FAO, 1988: FAO, 1997, dalam Supriadi 2006).

Potensi utama dari Trichoderma spp. adalah sebagai agens pengendali hayati jamur patogen pada tanaman. Jamur ini secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma sp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi (Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Jamur Trichoderma spp. dapat menghasilkan enzim kitinase. Menurut Habazar dan Yaherwandi (2006), Trichoderma harzianum menghasilkan enzim kitinase yang mengkatalisatori hidrolisis kitin dari dinding hifa jamur patogen sehingga menyebabkan lisis. Enzim ini terdiri dari eksokitinase, endokitinase dan chitobiosidase.
Rogis et al (2007) juga menyatakan bahwa kitinase merupakan enzim yang penting dalam pengendalian patogen karena aktifitas enzim ini dapat menyebabkan terurainya dinding sel hifa serta perubahan komposisi sitoplasma sel jamur patogenik yang menginfeksi tanaman dan meransang respon resistensi dari tanaman. Enzim kitinase produksi genus Trichoderma spp. lebih efektif dari enzim kitinase yang dihasilkan oleh organisme lain untuk menghambat berbagai fungi patogen tanaman (Nugroho et al, 2003).
Elfina et al (2001) mengemukakan bahwa aplikasi isolat-isolat Trichoderma spp. dapat memperlambat masa inkubasi Sclerotium rolfsii pada bibit cabai dibandingkan control (tanpa aplikasi isolat Trichoderma spp.). Menurut Nugroho et al (2001), Trichoderma sp. Juga berpotensi untuk mengendalikan jamur patogen Ustulina zonata, penyebab penyakit charcoal base rot pada tanaman kelapa sawit. Jamur Trichoderma viride memiliki pertumbuhan yang agresif, dapat menutupi koloni jamur lain, menghambat pertumbuhan jamur Fusarium moniliforme, bahkan dapat melisis dinding hifanya dengan enzim yang dihasilkannya, cell wall degrading enzymes/CWDE (Gholib dan Kusumaningtyas, 2006).
Aplikasi Trichoderma asperellum sepanjang baris bibit tomat menyebabkan busuknya sklerotia jamur dan dapat melindungi sebagian terhadap Sclerotium rolfsii. Trichoderma asperellum dan Trichoderma hamatum berfungsi sebagai mikoparasit pada R. solani dan S. rolfsii, dan menghasilkan enzim β (1-3) glukanase dan kitinase penyebab eksolisis dari hifa inangnya (Habazar dan Yuherwandi, 2006).
Menurut Purwantisari dan Hastuti (2009), Trichoderma spp. selain mampu mengkoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, jamur ini juga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman yang menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Selain itu, menurut Natawigena (1994) penggunaan agen hayati ini relatif aman karena tidak menimbulkan efek samping, baik bagi organisme bukan sasaran maupun lingkungan, tidak menimbulkan resistensi pada patogen dan lebih ekonomis.
Potensi lain yang dimiliki Trichoderma spp ini adalah dalam keadaan lingkungan yang kurang baik, miskin hara atau kekeringan, jamur ini akan tetap dapat bertahan dengan membentuk klamidospora. Propagul tersebut akan tumbuh dan berkembang kembali apabila lingkungan kembali normal. Hal itu berarti dengan sekali aplikasi saja, Trichoderma akan tetap tinggal dalam tanah untuk selamanya.